ACEHACEH TENGAHBERITAHUKUM

Diduga Desa Berbohong: Kasus Hasanah Membuka Tabir Manipulasi Pertanahan

×

<span style="color: #3366ff;"><strong>Diduga Desa Berbohong: Kasus Hasanah Membuka Tabir Manipulasi Pertanahan</strong></span>

Sebarkan artikel ini

ZATTODAY.NET – Aceh Tengah, Konflik agraria kembali mengusik nurani publik di bawah bayang-bayang hijau Bukit Gayo. Bukan sekadar tumpang tindih data atau salah administrasi, tetapi menyangkut rasa keadilan dan hak hidup warga kecil yang perlahan-lahan terkikis oleh sistem yang mestinya melindungi. Kamis, 10 Juli 2025.

Hasanah (50), warga Desa Pantan Tengah, Kecamatan Rusip Antara, tak kuasa menahan tangis saat menceritakan nasib tanah rumahnya yang selama 23 tahun ia tempati bersama suaminya, Ismuha (52), kini telah bersertifikat atas nama orang lain.

“Saya tidak mengerti bagaimana bisa. Kami tinggal di sini sejak 2002, membeli tanah ini secara sah, disaksikan pejabat desa, tetapi tiba-tiba keluar sertifikat atas nama H. Sahadat,” ujarnya dengan suara bergetar kepada awak media, Senin (8/7/2025).

Dugaan maladministrasi dan kecerobohan aparatur pun mulai terkuak. Permohonan peningkatan status tanah yang diajukan Hasanah pada tahun 2023 ke Kantor Camat Rusip Antara justru menjadi pintu masuk dari ketidakadilan yang selama ini tersembunyi.

Bukannya mendapatkan kepastian hak, ia justru diberitahu bahwa tanah tersebut dalam status sengketa. “Pak Camat bilang tanah ini sedang bersengketa, padahal kami tinggal dan membangun rumah tanpa pernah ada konflik. Bahkan H. Sahadat, yang sekarang mengklaim sebagai pemilik lewat sertifikat, dulu ikut membantu kami membangun rumah,” tambah Hasanah dengan mata berkaca-kaca dan nada haru.

Baca juga beritanya  Tim Gabungan Kodam IM Gerbek Gudang Oplosan LPG dsn BBM Ilegal di Banda Aceh 

Sertifikat Hak Milik dengan NIB: 01.09.000003676.0 atas nama H. Sahadat, diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Aceh Tengah pada tahun 2024 dan resmi keluar tahun 2025. Proses penerbitan ini mengundang tanda tanya besar, terutama karena keberadaan fisik tanah yang telah dihuni lebih dari dua dekade dan dilengkapi dengan surat jual beli yang sah secara adat dan administrasi.

Tanda tangan Kepala Desa dan tokoh masyarakat juga dikesampingkan. Surat jual beli Hasanah bukan surat bawah tangan. Dokumen yang dibuat pada tahun 2002 itu disahkan oleh Reje (Kepala Desa) saat itu, Salmansyah, dengan tanda tangan, stempel resmi desa, serta disaksikan Sekretaris Desa Briyanto dan tokoh masyarakat Sulaiman A.

Dalam suara yang lirih, Hasanah hanya berharap satu hal kebenaran ditegakkan, dan haknya dikembalikan. “Kami ini rakyat kecil. Tak tahu hukum, tak kenal orang dalam. Rumah ini satu-satunya harta kami. Kami hanya mohon keadilan,” ujarnya sembari menatap tanah yang kini secara hukum bukan lagi miliknya.

Baca juga beritanya  Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto Dapat Penghargaan Tertinggi dari Presiden Prancis Macro

Menaggapai hal ini Bidang BPN Aceh Tengah, PTSL Telah Memenuhi Proses Administratif, Fadli Zega, Staf Pengendalian dan Penanganan Sengketa Pertanahan di BPN Kabupaten Aceh Tengah, menjelaskan bahwa Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) telah memenuhi proses administratif dalam penerbitan sertifikat tanah.

Menurut Fadli, PTSL menerima usulan dari Kepala Desa masing-masing yang ada di kecamatan, termasuk Desa Pantan Tengah Kecamatan Rusip Antara. “PTSL mengeluarkan surat sertifikat tanah sudah memenuhi proses yaitu menerima usulan dari Kepala Desa masing-masing yang ada di kecamatan seperti Desa Pantan Tengah Kecamatan Rusip Antara,” ujarnya.

Fadli juga menambahkan bahwa jika ada pihak masyarakat yang merasa keberatan dengan sertifikat atas nama orang lain, mereka dapat mengajukan pengaduan ke kantor BPN Aceh Tengah. “Meskipun demikian, apabila ada pihak masyarakat yang merasa keberatan jika tanahnya telah disertifikat atas nama orang lain boleh untuk mengajukan pengaduan ke kantor BPN Aceh Tengah, dan membawa Bukti-bukti surat dasar kepemilikan tanah,” katanya.

Baca juga beritanya  "Tolak Lupa": Mahasiswa Suarakan Tuntutan Keadilan dalam Aksi Simbolik "September Hitam"

Fadli juga menjelaskan bahwa PTSL dapat menggunakan dasar sporadik dalam pembuatan sertifikat. “Kita mengeluarkan surat sertifikat telah melakukan administrasinya, yang kita terima dari desa kalau program PTSL itu sporadik juga bisa jadi dasar pembuatan sertifikat,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Fadli juga menghimbau kepada seluruh perangkat desa yang ada di Aceh Tengah untuk lebih berhati-hati dalam menertibkan surat fisik tentang penguasaan tanah yang akan dijadikan sertifikat. “Dan dihimbau kepada seluruh perangkat desa yang ada di Aceh Tengah mungkin untuk lebih berhati-hati dalam menertibkan apapun terkait surat fisik tentang penguasaan tanah yang akan dijadikan sertifikat,” tutupnya.

Kasus ini menjadi pelajaran pahit betapa masih rentannya warga miskin terhadap manipulasi administrasi pertanahan. Di Aceh Tengah, kisah seperti Hasanah bukan yang pertama dan bisa jadi bukan yang terakhir jika tidak ada intervensi serius dari instansi terkait. Pemerintah daerah, BPN, dan aparat penegak hukum dituntut untuk segera turun tangan, tidak hanya menyelesaikan kasus ini secara adil, tetapi juga membenahi sistem yang telah menciptakan ketimpangan dalam penguasaan dan kepemilikan tanah. (Rel)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *