Aceh Tengah, ZATTODAY.NET – Ketua Himpunan Ulama Daya Aceh (HUDA) Tgk Kasyandi atau dikenal dengan nama Abi Putih mengungkapkan bahwa proses pemilihan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Tengah beberapa dekade terakhir tidak transparan. “Kita tidak tahu bagaimana proses pemilihan MPU, tiba-tiba saja mereka sudah dilantik,” tegasnya pada Jumat, 20 Juni 2025.
Abi Putih menjelaskan bahwa MPU memiliki peran penting sebagai penasehat Bupati dan seluruh instansi di Aceh Tengah, termasuk DPRK. MPU memiliki kapasitas sebagai pemberi saran kepada pemerintah, TNI, dan Polri, serta menangani permasalahan umat dalam segi beribadah dan berumaalah. Namun, proses pemilihan MPU saat ini tidak berjalan sebagaimana mestinya, dengan kepemimpinan MPU yang seringkali diganti tanpa proses yang transparan.
“Menurut Qanun Nomor 2 tahun 2009, masa jabatan MPU adalah 5 tahun sekali dan anggota MPU Aceh terdiri dari 3 golongan, yaitu ulama, akademisi, dan jander,” kata Abi Putih. Namun, Abi Putih menekankan bahwa komponen ulama harus mendominasi MPU karena ulama memiliki pengetahuan yang mendalam tentang agama dan syariat Islam.
Abi Putih juga mengkritik proses pemilihan anggota MPU yang tidak transparan dan tidak sesuai dengan Qanun yang berlaku. “Seharusnya, pengumuman pendaftaran MPU diumumkan di setiap kecamatan yang ada di Aceh Tengah dan dipublikasikan,” katanya. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa proses pemilihan MPU berjalan secara demokratis dan transparan.
Dalam kesempatan ini, Abi Putih juga mempertanyakan latar belakang Amrijalluddin yang menjadi MPU, apakah dari kalangan ulama, akademisi, atau jander. “Kita perlu memastikan bahwa MPU memiliki integritas dan kapabilitas yang memadai untuk menjalankan peranannya sebagai penasehat Bupati dan instansi terkait,” tegasnya.
Abi Putih berharap agar proses pemilihan MPU dapat diluruskan sehingga agama di Aceh Tengah dapat berjalan dengan baik, dengan melibatkan semua talenta dan aspek yang ada dalam Islam, terutama dari kalangan ulama. “MPU harus memiliki sosok ulama yang menduduki instansi tersebut, yang memiliki latar belakang pendidikan pesantren dan memahami Alquran dan Hadis melalui kitab-kitab klasik,” katanya.
Selain itu, Abi Putih juga mengkritik MPU yang hanya hadir setelah berita tertentu telah viral, seperti contohnya beberapa bulan lalu di Darah Jagong Jeget. “Seolah-olah mereka tidak memiliki media dan hanya bereaksi setelah ada tekanan,” katanya. MPU seharusnya lebih proaktif dalam menjalankan peranannya sebagai penasehat Bupati dan instansi terkait.
Dalam konteks ini, Abi Putih menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses pemilihan MPU. “Kita perlu memastikan bahwa MPU memiliki integritas dan kapabilitas yang memadai untuk menjalankan peranannya sebagai penasehat Bupati dan instansi terkait,” tegasnya. Dengan demikian, MPU dapat menjalankan peranannya dengan lebih efektif dan efisien, serta memberikan kontribusi yang signifikan bagi masyarakat Aceh Tengah.